Sabtu, 03 April 2010

Cogito Ergo Sum

BERPIKIR. Ungkapan Rene Descartes, ‘cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada’, sebagai penegasan eksistensi manusuia. Manusia tanpa berpikir, bisa jadi, lebih hina dari binatang. Keunggulan manusia dari makhluk lainnya pada kemampuan berpikir. Allah SWT Mahatahu dengan ciptaanNya. Diciptakan manusia sebaik-baiknya makhluk. Ranah berpikir adalah keunggulan sempurna.

Berpikir proses dimana manusia mengunakan akal (pikiran) memutuskan sesuatu di alam pikirannya. Hasilnya disebut pikiran, yang apabila diimplementasikan dalam tindakan, misalnya menulis, akan menjadi tulisan. Untuk sampai kepada tindakan, manusia ‘berpiki-pikir’ terlebih dahulu, menimbang-nimbang. Melakukan sesuatu begitu saja, berarti bertindak naluriah. Sama seperti ‘sudara sepupu’ kaum binatang. Begitu lapar, melihat makanan, main embat saja. Berpikir penanda kemausiaan.

Ide adalah Pikiran
Dalam konteks menulis, kita tidak cukup berpikir saja. Misalnya, melihat pemandangan ‘Danau Kembar’ di Sumatera Barat —Danau Di Ateh dan Danau Di Bawah —dimana pikiran terbuai keindahan, rasa ternyaman, kagum … Sunhanallah. Allah SWT menciptakan alam Sumatera Barat saat tersenyum, begitu saya mendengar tuturan seorang pengagum keindahan alam suatu kali.

Kalau berkehendak menuliskan, terserah saja, mau mengagumi Sang Pencipta, mau mempromosikan obyek wisata, mau meledek pemerintah setempat yang tidak menyediakan fasilitas bagus, atau mau bernarsis-narsi karena beruntung melihat dan menikmati keindahan tersebut, terserah Sampeyan. Yang pasti, sebelum menulis, ketida ide singgah di pikiran, tidak serta-merta dapat ditulis, atau menjadi tulisan begitu saja.

Ide adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Ide bukan pikiran selintas. Tanpa ide kesusahan manakala kita mau menulis. Tanpa berpikir, siapa pun tidak akan pernah menghasilakn tulisan. Manusia, siapa pun dia, kecuali kalau sudah ‘miring’, pastilah mampu berpikir, dan dihinggapi bermacam-macan ide. Begitu galibnya. Punya ide, tetapi kenapa sudah menuliskannya?

Ide, dalam arti gagasan menulis, belum matang, belum jadi. Baru pada tingkat pantikan, sudah ditulis. Akibatnya, susah menulis. Lalu, bagaimana dong?

Menuliskan Ide di Otak
Ide, sekali lagi, sebagai rancangan sesuatu yang tersusus di pikiran, adalah hal abstrak. Tulisan, sebagai ‘bentuk ide’ yang ditorehkan (kokret), diketik sebagai hal yang dapat dibaca, bak two side in one coin. Sepintas dapat disimpulkan, siapa pun yang kesulitan menuliskan ide-ide yang bersilewaran di otaknya (pikiran), jelaslah karena idenya belum menjadi.

Kalau begitu, menulis itu berpikir dong. Ya, iyalah. Hanya saja, menuliskan pikiran yang ‘sudah berbentuk’. Bukan lintasan pikiran, atau pantikan pikiran. Namanya saja menuliskan ide, menuliskan pikiran yang sudah menjadi, alias sudah jelas konsepnya di otak.

Sesuatu yang telah terformulasi (ide) di alam pikiran, terkonsep secara benar, bukankah dalam artian menulis tinggal menyalin? Hanya menyalin. Sekali lagi, hanya menyalin. Ya, menyalin tentu tidak susah. Yang susah, ketika kita mengetik, menuliskan pikiran, otak (pikiran) dipaksa bekerja keras mengolah apa yang akan atau sedang ditulis. Kalau demikian adanya, wajar menulis dipahami susah dan menyusahkan.

Menulis menjadi mudah manakala menyalin apa yang ada di pikiran, yang telah dipikirkan, telah menjadi konsep. Saya berkepanjangan mengkampanyekan: Jangan memikirkan apa yang akan ditulis —saat menulis— tapi, tulislah apa yang ada di pikiran.

Dengan kata lain, setiap manusia mampu berpikir. Tetapi, tidak semua orang mampu menuliskan pikirannya. Banyak orang yang berkeinginan besar menuliskan pikirannya, namun ada yang dengan mudah, tidak sedikit yang kesusahan. Kenapa?

Mereka yang mudah menulis, telah terlebih dahulu menulis secara benar di otaknya. Ketika menulis dalam artian mengetik apa yang telah dipikirkan, bagaimana susah atau menyusahkan, hanya menuliskan, copy paste. Menulis itu mudah, sangat mudah malahan.

Petanyaannya, Sampeyan berkemauan agar menulis mudah? Mudah saja. Menulislah dulu di otak. Tulislah di otak sampai ‘jadi tulisan’. Kalau sudah mantap, salin dengan mengetik di keyboard komputer. Mudah bukan?

Berpikirlah bahwa menulis itu mudah. Kuasai kiatnya, lalu latih dengan menulis, menulis, dan terus menulis. Hanya satu hal yang akan diperdapat, menulis mudah dan memudahkan. Ya, karena berpikir aku menulis.

0 Comments: